Buyung-Buyung di Tepian Kereta
“Oommm….minta uangnya omm…
Kasih uangnya, om, buat jajan…..”
Suara-suara memelas itu menggelora begitu besar di luar jendela.
Ada ketukan-ketukan memecah yang ikut pula mengiringi erangan-erangan kecil itu.
Sang buyung yang ada di kursi dekat emaknya melesat rasa penasaran ingin melihat apa yang ada di luaran sana.
Buyung mengernyit bingung melihat banyaknya teman-teman sepantarannya. Dalam kernyitnya, Buyung bertanya pada emaknya,,
“Mak, itu siapa?”
Belum lagi terjawab pertanyaan kernyitnya tersebut, Buyung melompat kaget mendengar kaca jendela kursinya tergedam cukup keras.
“Minta uangnya oom…”
Buyung mendekat jendela, melihat salah satu dari mereka memelas di luarnya, setelah menghantamnya dengan tangan yang sama kecil dengan miliknya.
“Mak, mereka ngapain?”
Emak tak kunjung menjawab.
Buyung mundur mengejang, melihat ada yang maju dan menggedor jendela dengan hentakan keras. Dilihatnya semakin banyak saja yang berteriak-teriak sama di sana.
“Mak, mereka nggak dimarahin sama emaknya ya deket-deket rel kereta api?
Apa emaknya nggak takut mereka ditabrak kereta api ya, mak?
Rumah mereka di mana ya, mak?
Kok mereka minta uang buat jajan, mak?
Emang mereka gak dikasih uang jajan sama maknya, ya mak?” ,
pertanyaan Buyung terus meluncur seperti laju kereta kesukaannya yang ia naiki saat ini.
Buyung melihat ada yang berlarian dari sawah, berdiri di atas rel, sejajar dengan kereta apinya. Semakin bingunglah nampak di raut mukanya, melihat saking banyaknya teman pantarannya.
Tiba-tiba badan Buyung bergerak doyong sendiri, hampir jatuh. Rupanya sang masinis telah menggerakkan si kereta. Buyung pun pasrah tetap menyimpan kernyitnya, sambil memandangi teman-teman pantarannya berteriak semakin keras di luar sana sembari berlari, seperti mengejar jendelanya.
Sang Buyung duduk diam.
Diam benar-benar diam.
Otaknya seperti berkerut-kerut mencari jawaban.
“Mungkin tadi mereka lagi main-main. Tapi, main apa ya?”, batin Buyung dalam hati.
Kereta terus melaju.
Dan Buyung pun tetap berpikir membisu.
10 Comments
témbré | bala dhupak pidak pedarakan
Saya ndak tahu kapan mulainya kebasaan itu. Boleh jadi senior mereka yang ngajari. Bermula dari iseng lalu keterusan. Saya pernah mengalami, ketika kereta berhenti lewatlah anak2 pulang sekolah, dan… “Ooommm njaluk dhuwite…”
emeldah
Wusss…. keren Buuu…
waktu baca ini, aku ngebayangin km naek kereta dgn pikiran yg kmn2… hehe
nice words btw, like this. :)
aku masukkin linkmu ke blog ku… mampir yoooo
nahdhi
Aku tak ingat lagi kapan terakhir kali aku naik kereta. Tak hanya di stasiun, di setiap perempatan kota pun juga sama. Bahkan seringkali ku temui di ringin tengah alun-alun kota magelang…
Maslie
Itu kejadiannya dimana?beda tipis sekarang orang mengemis tujuannya. Apakah benar2 karena tidak ada uang atau sekedar hanya untuk bersenang2
matdaus
masa kecil yang tidak semestinya..
salam kenal ^^
koprilia
itulah endonesia bos, ojo nggumun, tapi yo urip..
hai sit gimana kabarnya..!!!
mbakDos
bagian dunia yang nyata tapi terkesan ‘disembunyikan’ ya.. atau semua tutup mata?! :|
doan
nice post n nice pict hehehehehe
demee
nice post, keep in writing ! :)
DanzoN
Mengapa tindakan seperti itu telah menjadi budaya di Indonesia ya?
Miris ngeliatnya…