• Buyung-Buyung di Tepian Kereta

    buyung-kereta2

    “Oommm….minta uangnya omm…
    Kasih uangnya, om, buat jajan…..”

    Suara-suara memelas itu menggelora begitu besar di luar jendela.
    Ada ketukan-ketukan memecah yang ikut pula mengiringi erangan-erangan kecil itu.
    Sang buyung yang ada di kursi dekat emaknya melesat rasa penasaran ingin melihat apa yang ada di luaran sana.
    Buyung mengernyit bingung melihat banyaknya teman-teman sepantarannya. Dalam kernyitnya, Buyung bertanya pada emaknya,,

    “Mak, itu siapa?”

    Belum lagi terjawab pertanyaan kernyitnya tersebut, Buyung melompat kaget mendengar kaca jendela kursinya tergedam cukup keras.

    “Minta uangnya oom…”

    Buyung mendekat jendela, melihat salah satu dari mereka memelas di luarnya, setelah menghantamnya dengan tangan yang sama kecil dengan miliknya.

    “Mak, mereka ngapain?”

    Emak tak kunjung menjawab.

    Buyung mundur mengejang, melihat ada yang maju dan menggedor jendela dengan hentakan keras. Dilihatnya semakin banyak saja yang berteriak-teriak sama di sana.

    “Mak, mereka nggak dimarahin sama emaknya ya deket-deket rel kereta api?
    Apa emaknya nggak takut mereka ditabrak kereta api ya, mak?
    Rumah mereka di mana ya, mak?
    Kok mereka minta uang buat jajan, mak?
    Emang mereka gak dikasih uang jajan sama maknya, ya mak?” ,

    pertanyaan Buyung terus meluncur seperti laju kereta kesukaannya yang ia naiki saat ini.

    Buyung melihat ada yang berlarian dari sawah, berdiri di atas rel, sejajar dengan kereta apinya. Semakin bingunglah nampak di raut mukanya, melihat saking banyaknya teman pantarannya.

    Tiba-tiba badan Buyung bergerak doyong sendiri, hampir jatuh. Rupanya sang masinis telah menggerakkan si kereta. Buyung pun pasrah tetap menyimpan kernyitnya, sambil memandangi teman-teman pantarannya berteriak semakin keras di luar sana sembari berlari, seperti mengejar jendelanya.

    Sang Buyung duduk diam.
    Diam benar-benar diam.
    Otaknya seperti berkerut-kerut mencari jawaban.
    “Mungkin tadi mereka lagi main-main. Tapi, main apa ya?”, batin Buyung dalam hati.

    Kereta terus melaju.
    Dan Buyung pun tetap berpikir membisu.

  • Dear Bapak Pemilik Kereta Api……

    Dear bapak pemilik kereta api…
    aku suka sekali jalan-jalan.
    Menikmati perjalanan..melihat aneka ragam di sekitarku..
    mendengarkan suara burung..
    Dan menghirup udara segar.

    Dear bapak pemilik kereta api…
    aku suka lho, jalan-jalan naik kereta apiii…huhuhu…
    apalagi kalo naik kereta api di siang hari…
    aku jadi bisa melihat-lihat pemandangan di kiri kanan…
    ada sawah…ada sungai…bukit…gembala kambing…
    sungguh menyenangkan!! hehehe…

    Dear bapak pemilik kereta api…
    tapi ada yang aku benci kalau naik kereta api.
    saku celana dan tasku jadi penuh sesak dengan plastik sampah makanan yang aku habiskan dalam perjalanan…
    dan juga, aku selalu kerepotan membawa botol2 minumanku yang sudah kosong,
    ketika aku sampai di tujuan.
    Aku jadi kerepotan, seperti tempat sampah yang berjalan, turun dari kereta.

    Dear bapak pemilik kereta api..
    sebenarnya aku sangat sebal melakukannya.
    tapi tidak apa, aku merasa lebih baik, karna aku tidak membuang sampah sembarangan.
    seperti yang aku lihat waktu itu, seorang bapak-bapak melempar kertas coklat bekas bungkus makanannya ke luar jendela.
    Aku sebaaaaalll sekali, tapi takut kalau mau marah ke bapak itu.

    Dear bapak pemilik kereta api..
    Jadi kapan ya, aku bisa buang bungkus bekas makananku ke bak sampah ketika aku ada di atas kereta?